Skip to main content
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Sejarah BNN KOTA BANJARBARU

Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971  kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.

Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang  berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.

Pada masa itu, permasalahan  narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba.

Menghadapi permasalahan  narkoba yang berkecenderungan terus miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.

Pada tahun 2003  berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002  terbentuk Badan Narkotika Nasional , lembaga yang melaksanakan pencegahan, pemberantasan , penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor dan zat adiktif lainnya atau yang lebih dikenal dengan istilah Narkoba, masih dalam tahun 2003 terbit juga keputusan bersama Menteri Pendayagunaan  Aparatur Negara , Menteri Dalam Negeri dan Kepala Kepolisian Negara RI selaku ketua Badan Narkotika Nasional; (BNN) nomor 04/SKB/M.PAN/12/2003 dan nomor 01/SKB/XII/2003/BNN tentang Pedoman Kelembagaan Badan Narkotika Kabupaten /Kota.

Dengan keputusan bersama tersebut, dimana nomenklatur Badan Narkotika Daerah (BND) diseluruh provinsi di Indonesia harus diubah nomenklaturnya menjadi Badan Narkotika Provinsi (BNP) ditetapkan oleh Gubernur dan di Kabupaten Kota menjadi Badan Narkotika Kota/Kabupaten (BNK) ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

Sesuai perkembangan dan tuntutan kebutuhan lahirlah Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang BNN,BNP dan BNK/K yang pada intinya menuntut dibentuknya Badan Badan Narkotika di Daerah (BNP/BNK) yang disesuaikan dengan amanat Perpres tersebut dan PP 41 Tahun 2007. Dalam waktu 1 tahun sejak peraturan ini diundangkan, SOTK BNNP dan BNNK yang dibentuk berdasarkan Perpres 83/2007 harus sudah sesuai dengan peraturan ini.

Sebelum BNNK Banjarbaru diresmikan sebagai instansi vertikal BNN, maka di Banjarbaru sebagaimana daerah lainnya juga dibentuk BNK Daerah dengan dasar pembentukan Perpres 83 Tahun 2007. Untuk itu dikeluarkan PERDA Kota Banjarbaru No. 8 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lakhar BNK Banjarbaru.

Dengan adanya PERDA tersebut maka Kota Banjarbaru pada waktu itu memiliki lembaga BNK secara definitif dan disetarakan dengan eselonering kantor, dimana untuk Kepala Lakhar adalah eselon III.A, Sekretaris eselon III.B, Kasubbag dan Kasi eselon IV.A.

Pada bulan Oktober 2010 Kepala BNN melalui surat nomor : B/1763/X/2010 tanggal 15 Oktober 2010 meminta kepada Gubernur, Bupati/Walikota agar dapat memberikan dukungan pelaksanaan pembentukan instansi vertikal BNN di daerah antara lain :

  1. Menyediakan tanah dengan mekanisme hibah untuk lokasi pembangunan gedung kantor.
  2. Menempatkan pegawai daerah dengan masa transisi 5 (lima) tahun.
  3. Menyediakan dana hibah sebagai pendamping anggaran operasional pusat dan menyediakan sarana prasarana selama masa transisi 5 (lima) tahun.

Sehubungan dengan permintaan Kepala BNN tersebut Pemerintah Kota Banjarbaru bersedia untuk memenuhi permintaan dimaksud dan mendukung sepenuhnya rencana pembentukan instansi vertikal BNN di Kota Banjarbaru dan bersedia menandatangani Mou dan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Kota Banjarbaru dengan BNN dan diketahui Ketua DPRD Kota Banjarbaru.

Pada tanggal 19 April 2011 BNN Secara serentak melantik Kepala BNNP sebanyak 33 orang dan Kepala BNNK sebanyak 75 orang sekaligus melakukan penandatanganan Mou dan  Nota Kesepahaman di Jakarta. Untuk Kalimantan Selatan yang dilantik adalah Kepala BNNP Kalimantan Selatan, BNN Kota Banjarmasin , BNN Kabupaten Balangan dan BNN Kota Banjarbaru yaitu Bapak Nor Fadillah, S.Sos.

Pada bulan Juni Tahun 2016 terjadi pergantian Kepala BNN Kota Banjarbaru dari Kepala BNNK lama Nor Fadillah, S.Sos (mutasi ke BNN Prov Kalsel) digantikan oleh AKBP Sugito, SH (Anggota Polri yang ditugaskan di BNN Kota Banjarbaru) sampai dengan sekarang

 

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel